Sekitar tahun 1990 seorang remaja yang punya hobby melukis dan berhasil menyabet juara 2 tingkat Kabupaten, dialah Teguh Wahono.
Sételah lulus SMA mungkin dia berfikir jika terus dikampung susah untuk mencapai kesuksesan, hanya bermodal tekat yang kuat karena mendapat hinaan dari seseorang karena keberadaanya yang selalu bergelut dengan kuas dan kanvas manalah mungkin ada harapan cerah dalam hidupnya.
Setelah berada di Jakarta dia menumpang pada orang asal kampungnya yang sudah mapan usaha kaki lima dan itupun dilakukan berpindah pindah. Setiap yang ditempati dia membantu membuatkan geber untuk warung kaki lima yang masih bergaya lama dengan tulisan font yang monoton warna merah diberi bayangan hitam tanpa ada gambar dan masih menggunakan cat besi. Akhirnya Sheyek panggilan akrab Teguh Wahono pulang kampung. Dia bertemu dan berkonsultasi dengan seseorang yang sudah lama bergerak dibidang sablon kaos. Dari pertemuan itu kemudian dicoba menuangkan pada media kain spanduk, kegagalan demi kegagalan dialami yang akhirnya menemukan metode kerja yang lebih halus. Tidak cukup dengan gaya lama. Teguh mulai mengembangkan kreasinya dan berimajenasi "jika ditambah dengan gambar mungkin akan lebih bagus" pikirnya. Dan itu tidak hanya menjadi imajenasi namun dicoba didalam lembaran kain putih. sampai sampai menangkap ayam dan bebek untuk dijadikan model kreasinya. Satu kalimat simpel yang dipilih sebagai judul yaitu PECEL LELE karena hanya butuh 4 jenis huruf dan terkenal sampai sekarang.
Setelah para pelaku pedagang kali lima melihat hasil karya anak bulu itu ada nilai lebih baik dari yang sebelumnya mulailah berdatangan pelanggan. Dan masyarakat mulai membuka mata untuk dirinya, Tidak berhenti sampai disitu terus dikembangkan kreasinya untuk memperindah karyanya, apalagi yang penjual Sea Food dulu cuma kerang kepiting udang dan cumi, akhirnya ditambah dengan macam macam ikan laut. yang dulunya cuma Soto ayam babat Daging Soto Madura bisa ditambah dengan lele nila gurami, dll. Nampaknya pekerjaan itu diikuti juga oleh pemuda yang lain ada yang ikut membantu mengerjakan ada juga yang hanya melihat proses kerjanya dan lambat laun ilmunya mengalir pada yang lain sampai mampu mengerjakan sendiri. Hal itu terus berproses karena pekerjaan ngleter tidak membutuhkan biaya yang mahal hanya menjual kreasi dan itu sebetulnya susah untuk diukur secara finansial. Dan pemula juga tidak hanya mengekor tapi terus mengembangkan kreasi alalagi didukung oleh kecanggihan komputer untuk mengadopsi font yang bagus.
Saat ini banyak pemuda yang menggeluti pekerjaan tersebut bahkan diluar desa Bulutengger pun banyak yang mengadopsi pekerjaan leter. Untuk karya anak Bulutengger tidak hanya lokal bahkan mencapai Nasional dan tak tergoyahkan oleh produk alat modern.
Satu keinginan yang menjadi impian Leter Bulutengger bisa menjadi icon desa "Orang butuh leter ingatnya desa Bulutengger" "Tidak semua orang bisa membuat leter tapi semua bisa bekerja yang berkaitan dengan leter" harapannya mengakhiri (Sapuan)